TAMAN KUPU-KUPU GITA PERSADA, LAMPUNG

Helena F Nababan

Kupu-kupu biasanya dikenal sebagai hewan yang selalu terbang di antara bunga-bunga, memiliki aneka warna, dan ukurannya beragam, mulai dari kecil, sedang, sampai besar. Namun, pernahkah kita mengamati secara detail variasi warna, corak, dan ukuran atau bentuk kupu-kupu yang berbeda-beda itu?

Kalau kita berkunjung ke taman kupu-kupu terbuka Gita Persada, wawasan kita tentang kupu-kupu, hewan bersayap yang muncul sebagai hasil akhir metamorfosis ulat, itu tentunya akan bertambah. Taman kupu-kupu yang khusus meneliti dan melestarikan kupu-kupu sumatera itu letaknya di Desa Tanjung Manis, di kaki Gunung Betung, Bandar Lampung.

Taman terbuka seluas empat hektar di ketinggian 460 meter di atas permukaan air laut ini akan memanjakan setiap pengunjung dengan pemandangan cantik berupa kupu-kupu aneka warna dan bentuk yang beterbangan bebas. Salah satu spesies yang keindahannya bisa dilihat secara langsung adalah kupu-kupu berukuran besar dari famili Papilionidae.

Selain itu, Troides helena, kupu-kupu besar berwarna hitam dengan corak kuning mencolok, atau Graphium agamemnon, kupu-kupu berperut merah dan bersayap hitam.

Kedua spesies langka tersebut demikian menarik karena tubuhnya dilengkapi perpaduan warna yang begitu mencolok dan ukurannya begitu besar.

Secara ilmiah, warna kupu- kupu tergantung di mana dia mengurung diri untuk berubah bentuk menjadi sesuatu yang lain. Kepompong Troides helena banyak ditemukan di tanaman Aristolochia tagala atau tanaman perepok, sementara Graphium agamemnon banyak ditemukan di tanaman bunga cempaka. Di sanalah mereka mengubah dirinya dan mendapatkan identitas warna.

Begitu mereka menyelesaikan metamorfosis terakhirnya, kupu-kupu akan menjadi hewan yang sangat berperan dalam jaring makanan.

Pelopor

Adalah Herawati Soekardi (56), ahli kupu-kupu dari Universitas Lampung, yang memelopori upaya pelestarian kupu-kupu sumatera tersebut. Pada awalnya, dengan kecintaan yang teramat besar pada kupu-kupu dan karena keprihatinannya pada minimnya ahli kupu-kupu di Indonesia, dia mencoba menggeluti satwa yang sangat biasa dan sederhana tersebut.

Dalam perkembangan, ia sangat terkejut saat mendapati beberapa kupu-kupu sumatera sudah sedemikian langka, bahkan diambang kepunahan, terutama kupu-kupu dari keluarga Papilionidae. Hal itu terjadi tidak lain sebagai akibat rusaknya hutan Sumatera.

Pohon-pohon besar atau tanaman yang semula berfungsi sebagai inang untuk pakan larva kupu-kupu habis ditebangi melalui program hak pengusahaan hutan (HPH). Hutan juga rusak akibat alih fungsi hutan dari hutan lindung ke lahan budidaya.

Kondisi di taman kupu-kupu terbuka Gita Persada pun demikian. Pada awal penelitian, di kawasan tersebut sama sekali tidak ada tanaman atau pohon keras yang berfungsi sebagai inang pakan larva kupu-kupu.

Melalui pemikiran mengenai rekayasa habitat, Herawati mencoba menanami kawasan hutan yang sudah rusak itu. Selama tiga tahun pertama, tepatnya mulai Juni 1999 hingga Juni 2001, kawasan tersebut ditanami aneka ragam tumbuhan berbunga dan 25 spesies tumbuhan inang.

Tumbuhan inang yang ditanam di antaranya jeruk nipis, muraya, cempaka, sirih hutan, rumput babi, ketepeng, hingga beringin. Tumbuhan berbunga yang ditanam di sana antara lain pagoda, jarong, kembang sepatu, soka, kamboja, kamboja jepang, dan kembang merak.

Tujuan penanaman itu adalah untuk mengundang berbagai jenis kupu-kupu masuk, terutama penanaman berbagai jenis tumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan kupu-kupu. Pada awal penelitiannya, Herawati hanya mendapati tujuh spesies kupu-kupu. Setelah itu bertambah menjadi 41 spesies.

Sekarang ini tak kurang dari 100 spesies kupu-kupu ada di sana, termasuk kupu-kupu langka jenis Troides helena, Papilio memnon jantan, Papilio polytes jantan, Graphium agamemnon, dan Papilio helenus yang tergolong langka.

Kondisi alam

Penambahan spesies kupu-kupu itu berasal dari tiga sumber. Selain kupu-kupu tersebut masuk sendiri ke taman terbuka itu, Herawati menambah koleksi penelitiannya dari hasil penangkaran di rumah dan hasil perburuannya di pulau-pulau di sekitar Teluk Lampung.

Kupu-kupu dari famili Papilionidae akhirnya menjadi ikon penelitian sekaligus menandai keberhasilan penangkaran dan konservasi kupu-kupu sumatera.

Dari taman mungil itu, akhirnya bisa diketahui bahwa kehadiran spesies kupu-kupu antara lain tergantung pada kelimpahan tumbuhan inang yang cocok bagi kupu-kupu untuk meletakkan telur serta kesesuaian bunga sebagai sumber pakan kupu-kupu. Tumbuhan inang merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan populasi kupu-kupu.

Keberhasilan penangkaran kupu-kupu di alam terbuka hasil rekayasa tersebut membawa pemikiran lain. Kupu-kupu juga bisa menjadi indikator menurunnya keanekaragaman hayati di alam. Herawati menjelaskan, apabila kupu-kupu di alam mulai menghilang, itu artinya kondisi alam setempat mengalami penurunan.

Penangkaran kupu-kupu itu juga membawa pengaruh lain. Di antaranya, setiap pelaku konservasi sebaiknya tidak hanya melarang melakukan penangkapan satwa atau hewan yang dilestarikan, tetapi juga bisa memanfaatkannya. Misalnya, sebagai tempat wisata pendidikan.

Sejak dibuka hingga sekarang, taman kupu-kupu yang dikelola Yayasan Sahabat Alam itu telah dikunjungi ribuan siswa, mulai dari TK hingga SMA yang didampingi para guru untuk mempelajari keanekaragaman kupu-kupu sumatera.

Bahkan, banyak mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Biologi Universitas Lampung yang mengadakan penelitian di taman tersebut. Bisa dikatakan, taman kupu-kupu itu menjadi referensi belajar paling lengkap mengenai kupu-kupu sumatera.

Bukit taman

Sambil berjalan menuruni jalan yang sengaja dibuat untuk menuruni bukit-taman itu, menempati kawasan dengan kontur naik turun, para siswa bisa menikmati keindahan alam sambil mencermati berbagai jenis kupu-kupu yang beterbangan.

Keluarga Papilionidae yang merupakan keluarga kupu-kupu berukuran besar dan bersayap indah, misalnya, cukup banyak beterbangan di sana. Atau Troides helena, yang memiliki ukuran antara 13,3 cm hingga 17,6 cm. Atau juga Papilio memnon jantan yang berukuran 11,2 cm hingga 13,2 cm.

Selain itu, dapat juga ditemui jenis Papilionidae yang memiliki sayap berekor, seperti Papilio memnon betina, Papilio helenus, dan Papilio peranthus. Hewan-hewan bersayap cantik itu begitu indah dipandang.

Seharusnya masyarakat Lampung bangga akan keberadaan pusat penelitian dan wisata pendidikan tersebut. Ini mengingat berbagai jenis kupu-kupu sumatera yang langka bisa dilihat secara jelas dan bebas di sana.

Sayangnya, kata Herawati, masyarakat Lampung masih susah untuk diajak berpikir mengenai konservasi. Mereka maunya menebang dan menebang hutan tanpa mau memerhatikan pelestarian.

Tentunya ini merupakan keprihatinan tersendiri....

sumber : kompas

Tidak ada komentar: